TVRI YOGYAKARTA NEWS-SETYA BUDI
Kayu bakar ternyata masih banyak dipilih warga dan pelaku ukm kuliner sebagai bahan bakar, terutama saat terjadi langka LPG di masyarakat. Saat sulit gas, penjualan bahan bakar tradisional ini laris dan banyak dicari warga dengan harga jual yang juga masih cukup terjangkau.
Saat terjadi kelangkaan gas beberapa waktu lalu, penjual kayu di Giriasih, Kapanewon Purwosari, Gunungkidul, merasakan naiknya penjualan kayu bakar. Hingga kini penjualan kayu juga dianggap masih lebih ramai bila dibandingkan kondisi normal sebelum langka gas. Banyak warga perorangan maupun pelaku usaha ukm makanan, mencari kayu bakar saat terjadi langka gas. Tarija salah seorang penjual kayu bakar dengan sasaran jual wilayah bantul dan yogyakarta mengaku, permintaan sempat naik cukup tajam saat akhir ramadhan hingga awal lebaran. Saat langka gas banyak usaha dan warga perorangan mengganti gas dengan kayu bakar untuk memasak harian. Diakui tarija, para pelangganya tidak hanya mengandalkan lpg saja untuk memasak. Kayu bakar masih tetap digunakan, terutama untuk memasak menu jualan makanan yang disiapkan dalam jumlah besar seperti soto dan gudeg. Beberapa warung penjual makanan dan warga perorangan juga memesan kayu bakar lebih banyak sebagai langkah antisipasi apabila gas lpg kembali susah diperoleh. Dalam seminggu, tarija biasa mengirim sebanyak seratus ikat kayu bakar ke para pelanggan di bantul dan kota yogyakarta yang didominasi ukm makanan. Saat sulit gas beberapa waktu lalu, permintaan kayu naik menjadi seratus lima puluh ikat per minggunya.
Harga jual kayu bakar kering juga dianggap masih cukup terjangkau. Penjual memasang harga delapan ribu lima ratus rupiah untuk tiap ikat kayu bakar kering yang siap digunakan.