Gelar Budaya Dolanan Anak

Gelar Budaya Dolanan Anak

TVRI YOGYAKARTA NEWS – AGUNG NUGROHO-ARIEF HERIAWAN

SMA Negeri 3 Yogyakarta menggelar karya p-5, yang merupakan implementasi atas ide atau inovasi peserta didik, dan bagian dari sinergi kurikulum nasional dan program kerja osis.

Karya p-5 pelajar kelas 10 SMA Negeri 3 Yogyakarta, menampilkan pentas seni tradisional, bertajuk wiloso apatyo, yang  berarti dolanan  anak.

Karya proyek penguatan profil pelajar pancasila pelajar SMA Negeri 3 Yogyakarta, bertajuk wiloso apatyo, yang  berarti dolanan  anak, memberikan keleluasaan kepada siswa-siswi, untuk menunjukkan kreativitas, talenta, dan lebih peka, dalam melihat situasi yang fenomenal di lingkungan masyarakat. Upaya ini dilakukan dengan, mengamati kegelisahan di masyarakat akibat terdampak modernisasi, yang ternyata secara perlahan melenyapkan permainan tradisional. Salah satu permainan tradisional yang diangkat, karya proyek penguatan profil pelajar pancasila pelajar SMA Negeri 3 Yogyakarta, adalah cublak-cublak suweng, diiringi lagu-lagu. Tanpa disadari syair lagu itu mengajarkan tentang nilai-nilai integritas, mulai dari kebijaksanaan, kejujuran, hingga tidak boleh serakah, yang perlu dilestarikan. Selain itu, juga digelar kegiatan lain, seperti kelas teknologi informasi dengan membuat game permainan tradisional, dan kelas minat boga, dengan  menjual aneka makanan tradisional.

Karya proyek penguatan profil pelajar pancasila pelajar SMA Negeri 3 Yogyakarta, bertajuk wiloso apatyo, yang  berarti dolanan  anak,   digarap selama dua pekan, oleh siswa kelas 10 SMA Negeri 3 Yogyakarta. Tema ini diangkat atas dasar kegelisahan, melihat permainan tradisional, yang mengalami penurunan, dalam hal penggunaannya bagi anak-anak.

Karya proyek penguatan profil pelajar pancasila pelajar SMA Negeri 3 Yogyakarta, bertajuk wiloso apatyo, yang berarti dolanan anak diharapkan, mampu melestarikan seni tradisioanal. Hal ini karena, melestarikan seni tradisional memiliki banyak manfaat, filosofis, dan sarat makna, serta sangat relevan, dengan masyarakat tradisional dan modern.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *