TVRI YOGYAKARTA NEWS – SETYA BUDI
Penyiraman lahan, menjadi faktor penting dan cukup menentukan, keberhasilan budidaya cabai, saat kemarau.
Petani di Wonosari, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, bahkan harus rela keluar ongkos besar, hingga ratusan ribu rupiah, hanya untuk biaya siram yang harus dilakukan secara rutin.
Bagi petani cabai di Karanggumuk, Wonosari, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, menyiram tanaman sudah menjadi rutinitas yang wajib dilakukan. Cabai usia muda, terlebih yang baru memasuki awal masa petik, membutuhkan banyak air untuk menunjang pertumbuhan, sekaligus perbanyakan buah. Rubiman salah seorang petani cabai mengaku, penyiraman harus dilakukan rutin setiap hari, terlebih saat cuaca panas. Biaya besar harus keluar, untuk ongkos siram lahan, yang mengandalkan pengairan dari sumur bor ini. Dalam sebulan, rubiman bisa keluar biaya siram, hingga hampir lima ratus ribu rupiah. Ongkos dikelurkan untuk biaya beli air dari sumur bor, dan bahan bakar minyak untuk mesin pompa air. Jika dirinci, rubiman mengeluarkan biaya harian sebesar lima belas ribu rupiah, hanya untuk penyiraman lahan ini. Untuk menunjang cepat dan meratanya penyiraman, dirinya masih harus membutuhkan pompa air, yang memerlukan BBM. Ongkos siram lahan musim tanam kali ini, dianggap cukup memberatkan, karena tingginya biaya siram, belum dibarengi harga jual cabai yang membaik dipasaran. Harga jual cabai hijau keriting saat ini masih dikisaran belasan ribu rupiah saja per kilogramnya. Biaya lain pun harus dikeluarkan petani, utamanya untuk pembelian pupuk. Meski harus keluar banyak biaya, bertani cabai sudah menjadi pilihan, dan sumber matapencaharian petani di wilayah ini, sejak puluhan tahun lalu. Di Dusun Karanggumuk, komoditas cabai dan bawang merah, menjadi pilihan utama pertanian warga saat kemarau.