TVRI YOGYAKARTA NEWS – SETYA BUDI
Sumur menjadi sarana pengairan lahan yang sangat penting dan banyak digunakan petani di beberapa wilayah di Gunungkidul.
Meski demikian, sumur model gali yang puluhan tahun lalu sangat populer, keberadaanya mulai tergerser model sumur bor yang dinilai lebih praktis.
Saat kemarau, sumur diandalkan banyak petani untuk pemenuhan penyiraman tanaman dan lahan. Di kawasan ladang Padukuhan Polaman, Kalurahan Pampang, Paliyan, terdapat setidaknya puluhan sumur ladang yang dibuat para petani. Dulunya, sumjur model gali lah yang paling banyak dibuat para petani. Namun, saat ini keberadaan sumur model seperti ini mulai banyak ditinggal dan tergantikan oleh model sumur bor. Meski demikiaan masih bisa dijumpai beberapa petani yang tetap bertahan menggunakan sumur model gali. Sebelum marak pembuatan sumur bor, sumur jenis inilah yang paling banyak dibuat petani. Selama puluahan tahun, marso suwito petani sayur di polaman ini tetap setia menggunakan sumur gali. Sumur yang mulai dibangun periode tahun tujuh puluhan ini, hingga saat ini masih tetap digunakan. Sumur gali di wilayah ini rata-rata memiliki kedalaman hingga belasan meter. Marso sendiri masih menggunakan sumur gali untuk penyiraman rutin aneka tanaman sayuran miliknya. Petani bisa mengambil air manual dengan menimba, atau disedot menggunakan mesin pompa. Keberadaan sumur jenis ini sudah tidak banyak dipilih petani. Saat kemarau, sumber air yang keluar dari sumur gali sangat terbatas dan kerap habis. Untuk bisa tetap menyiram, marso harus membeli air dari sumur bor, untuk kemudian kembali ditampung di sumur gali miliknya.
Pembuatan sumur baru, banyak memilih model bor tanah yang dianggap lebih praktis dan hemat biaya. Sumber air yang dihasilkan sumur bor juga dianggap jauh lebih melimpah, sehingga tidak rawan kering.