TVRI YOGYAKARTA NEWS – JATMIKO HADI
Sementara itu, ratusan petani bawang merah di kawasan Lahan Pertanian Bulak Srikayangan Sentolo Kulonprogo merugi akibat serangan hama dan penyakit yang menyerang tanaman mereka.
Selain hasil produksi menurun drastis dari biasanya, para petani juga mengaku kesulitan menjual bawang merah mereka, akibat hasil panen tak maksimal serta harga jual yang sangat rendah.
Salah satu petani bawang merah yang merasakan kerugian di musim panen raya tahun ini adalah Margo Santoso, warga Dusun Malangan, Sri Kayangan, Sentolo, Kulonprogo. Menanam bawang merah jenis nganjuk di lahan seluas kurang lebih 3000 meter persegi, margo mengaku mendapatkan serangan hama ulat, serta hama gurem, hingga penyakit jamur thrips secara merata di semua lahan miliknya. Akibatnya hasil panen pun menjadi tak maksimal serta mengalami penurunan drastis dibanding biasanya. Jika normalnya dari lahan seluas 3000 meter persegi bisa mendapatkan hasil panen sekitar 4,5 ton bawang merah, akibat ganasnya serangan hama dan penyakit yang menyerang, ia pun hanya mendapat kurang dari 2 ton bawang merah, di musim panen raya kali ini. Hal itu semakin diperparah dengan anjloknya harga jual bawang merah saat ini yang mengalami penurunan hingga 10 ribu per kilogram, yakni dari biasanya 20 ribu lebih menjadi sekitar 11 sampai 12 ribu per kilogramnya. Disamping karena faktor melimpahnya stok di pasaran, anjloknya harga jual bawang merah di tingkat petani ini juga disebabkan kualitas hasil panen yang tak maksimal sehingga membuat para tengkulak enggan membeli bawang merah milik petani.
“Nanemnya ini 3.000 tapi dibagi di 4 lokasi, kalau bagus ya 1,5 ton kali 3, totalnya 4,5 ton. Kalau sekarang 2 ton pun tidak sampai, dampak bagi petani rugi, sekarang dipasaran harganya 9.000-12.000 perkilo, normalnya 20.000 ribu lebih perkilonya” ujar Margo Santoso, salah seorang petani bawang merah.
Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Kulonprogo sendiri mencatat total luasan lahan pertanian bawang merah di Kalurahan Sri Kayangan pada musim tanam tahun ini mencapai 200 hektar. Dari jumlah itu mayoritasnya ikut terdampak serangan hama ulat maupun gurem serta penyakit jamur thrips. Meski telah dilakukan berbagai upaya termasuk melakukan gerakan pengendalian OPT secara rutin, namun ganasnya serangan, membuat hama penyakit sulit dikendalikan dan menyebar dengan cepat.