TVRI YOGYAKARTA NEWS – AGUNG NUGROHO-ARIEF HERIAWAN
Sebanyak 25 penulis yang juga aktivis tahun 80 an yang berasal dari dari berbagai kalangan, bersama sama membuat buku kumpulan esai berjudul ‘membangun kembali demokrasi’.
Buku kumpulan esai dari setiap buah pemikiran para penulis tersebut berisi renungan tentang indonesia, dimana pasca reformasi 26 tahun lalu ada periode buram dalam 5 tahun terakhir.
Kondisi Indonesia perlu di renungkan paska reformasi yang terjadi 26 tahun silam, bahkan ada periode buram dalam 5 tahun terakhir yang menjadi keresahan berbagai kalangan terutama para aktivis. Untuk itu sebanyak 25 penulis yang juga aktivis tahun 80 an yang berasal dari dari berbagai kalangan, bersama sama membuat buku kumpulan esai berjudul ‘membangun kembali demokrasi’ berisi keresahan hati mereka terhadap kondisi Indionesia. Berbagai kalangan aktivis yang menyumbangkan karya esai nya berasal dari berbagai profesi mulai dari Anggora DPR RI, DPRD, pengajar, komisaris, wartawan, peneliti dan lainnya. Peluncuran buku kumpulan esai ini, ditandai dengan diskusi terbatas untuk 77 orang, diinisiasi penulis buku Ons Untoro di Gedung DPRD DIY. Adapun yang bertugas sebagai pemantik, Siti Noor Laila, hakim AD HOC HAM, sekaligus mewakili penulis, pembicara AB. Widyanta, akademisi yang pengajar di Departemen Sosiologi Fisipol UGM, dan Osmar Tanjung, seorang aktivis yang bertindak sebagai moderator. Ons Untoro menyebut inspirasi penulisan buku ini ketika teringat buku renungan Indonesia karya sjahrir. Para aktivis berpandangan, kemandegan demokrasi yang terajadi saat ini, seperti terjebak dalam kubangan demokrasi elektoralisme.
“Kurun waktu 5 tahun belakangan ini, paling tidak perubahan reformasi selama itu direspon, kemudian kawan-kawan itu ada yang mengurus macam-macam, semua itu saya dukung dan beri judul dekomkrasi” ujar Insiator Penulis Buku, Ons Untoro.
Sementara akademisi AB. Widyanta, menyampaikan apresiasi atas terbitnya buku “membangun kembali demokrasi”. Karena para aktivis berkenan mencurahkan energinya untuk tetap kritis terhadap demokrasi. Dengan membaca buku ini, kita kembali diingatkan bahwa elektoralisme atau demokrasi politik menang-kalah belumlah cukup untuk memenuhi agenda bangsa dan negara, khususnya pemenuhan hak-hak asasi warga negara.