TVRI YOGYAKARTA NEWS – DONNY RAHMAD
Maraknya motif batik printing yang beredar dipasaran, mendorong pecinta batik Indonesia ‘sekarjagad’ untuk terus melakukan sosialisasi mengenai batik sebenarnya, yang merupakan warisan budaya Indoensia yang diakui masyarakat dunia.
Masyarakat diminta lebih peka bedakan batik asli dan “printing” dalam memilih dan membeli produk batik asli untuk melindungi dan menjaga keberlangsungan batik dan juga para pengrajin nya.
Saat ini banyak bermunculan produk printing motif batik yang dijual dengan harga yang cukup murah, bahkan dengan kemajuan teknologi saat ini, motif batik yang dibuat dengan mesin ini sangat menyerupai batik buatan tangan dan sulit dibedakan masyarakat awam. Hal ini tentu berdampak pada keberadaan batik asli yang diproses secara manual yang diciptakan para pengrajin kecil dimasyrakat. Hal ini mengemuka pada pertemuan rutin para pecinta batik yang tergabung dalam Paguyuban Pecinta Batik Indoensia PPBI ‘sekarjagad’, di Ndalem Patehan Yogyakarta.
Mengangkat tema edukasi batik tulis cap dan tektil motif batik atau printing, acara ini menghadirkan nara sumber Afif Syakur dan Jiyono dari sekar jagad dan masiswo, pembina industri dari Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Kerajinan dan Batik DIY. Diskusi ini memberikan pengetahuan dan penjelasan bahwa batik bukan sekadar tentang motif atau corak, namun merupakan sebuah proses, sementara printing batik bukanlah kategori batik, melainkan tekstil bermotif. Masyarakat diminta lebih peka untuk dapat membedakan batik asli dan “printing” dan lebih bijak untuk memilih dan membeli produk batik asli, hal ini untuk melindungi dan menjaga keberlangsungan batik dan juga para pengrajinnya.
“Itu sebuah karya yang disebut batik adalah sebuah proses didalam tulis dan cap batik menggunakan malam, dengan proses yang bernama printing warna jadi warnanya selalu kebalikan, jadi yang ditutup dengan malam pasti putih, sekarang kalau tidak menggunakan proses itu saya pastikan bukan malam, jadi kalau ada tekstil di lapangan yang diperjual belikan tidak menggunakan proses printing warna, maka itu bukan batik, itu menjiplak batik namanya, padahal menjiplak batik itu tidak baik dan tidak bagus, apalagi batik Indonesia dinyatakan sebagai master piece dunia oleh UNESCO” ujar Ketua I PPBI Sekarjagad, Dr. Ir. Larenta T. Adisakti, M. Arch.
Menanggapi maraknya produk batik printing ini, masyarakat perlu diedukasi untuk dapat membedakan antara produk tekstil bermotif batik dengan produk batik yang asli, paguyuban pecinta batik sekarjagad berharap masyarakat Indoensia lebih paham dan mencintai akan nilai-nilai dari sebuah prduk batik yang bukan sekadar pakaian atau kain, tetapi juga memiliki nilai-nilai filosofi hidup.