TVRI YOGYAKARTA NEWS – HERDIAN GIRI
Di era digital saat ini, media sosial telah menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari. Namun, penggunaan medsos yang berlebihan bisa berdampak negatif pada kesehatan mental, dan kesejahteraan.
Untuk itu, social media detox atau mengurangi waktu yang dihabiskan di media sosial, bisa jadi solusi yang efektif, salah satunya kebahagiaan hidup meningkat.
Media sosial, adalah platform berbasis internet, yang memungkinkan pengguna untuk berkomunikasi, berbagi informasi, hiburan, hingga pemasaran bisnis, dan membangun jaringan secara digital, yang terpisah jarak atau geografis. Di era digital ini, media sosial telah menjadi bagian integral kehidupan sehari-hari. Aksesnya yang mudah digapai semua lapisan, membuat penggunaan jenis media baru ini masif. Media sosial bisa diakses melalui ponsel dan gawai lainnya, yang didukung jaringan internet. Penggunanya dapat berinteraksi dengan siapa saja, serta mendapatkan informasi apa saja dengan cepat, melalui berbagai platform mulai dari Instagram, Facebook, X, hingga Tiktok. Meski media sosial adalah tanda kemajuan era digital dan modernisasi, kebijakan juga dituntut dalam penggunaan platform ini. Seiring berkembangnya penggunaan media sosial, terdapat berbagai dampak, baik positif maupun negatif bagi pengguna.
Teknologi digital memberikan manfaat bagi manusia dalam banyak hal. Entah itu urusan pekerjaan, belanja online, atau mencari informasi tertentu, semua bisa diakses melalui gawai. Namun sang pengguna seringkali terlambat menyadari, gaya hidup digital, juga dapat memberikan dampak negatif. Derasnya informasi yang beredar di internet, membuat masyarakat sulit mengetahui mana informasi yang akurat. Ditambah lagi unggahan seorang teman atau kerabat di medsos, yang menunjukkan keberhasilan dan kebahagiaan mereka, justru menyebabkan si pengguna iri. Padahal, apa yang ditampilkan seseorang di media sosial, tidak selalu menggambarkan kondisi mereka yang sebenarnya. Jika sudah demikian, satu-satunya cara yang bisa ditempuh adalah melakukan detoks digital dan media sosial, melepaskan diri dari perangkat teknologi atau mengurangi paparan gawai dan media sosial, selama jangka waktu tertentu.
“Saya sudah mengurangi pada penggunaan media social itu mulai 2 tahun terakhir, karena saya merasa ketergantungan dengan media social dan berimplikasi pada pekerjaan saya menjadi terdistraksi ataupun tercecer, maka saya menguragi penggunaan media social, hasilnya setelah saya mengurangi dalam penggunaan media social saya merasakan dampak yang sangat signifikan salah satunya saya bisa melihat realita itu tidak bisa dilihat hanya dengan media social saja” ujar Ajeng, salah seorang mahasiswi.
Detoks digital, tidak mudah dilakukan, lantaran gawai telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Namun setidaknya, terdapat sejumlah empat alasan yang dapat memperkuat keinginan, untuk melakukan detoks digital. Seperti media sosial bersifat adiktif dan manipulatif, karena platform media sosial mudah diakses secara cuma-cuma, orang-orang rela mengorbankan privasi mereka, dan menghabiskan waktu untuk membaca komentar atau menonton video di medsos. Alasan lain yang dapat memperkuat keinginan puasa media sosial, adalah media sosial tidaklah nyata, karena kebanyakan orang hanya memperlihatkan sisi baik, dalam hidup mereka, dan kadang-kadang manipulatif atau dibuat-buat. Bahkan, media sosial juga melahirkan banyak kubu yang saling bertentangan, dan cenderung membuat individu menjadi seorang penjahat. Namun, cara seperti itulah yang bisa mendatangkan keuntungan, bagi perusahaan media sosial. Hal ini karena, semakin banyak data yang dihasilkan pengguna, maka semakin besar kemungkinan pengiklan untuk menguasai pengguna. Hadirnya Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia, diharapkan mampu menjadi yang terdepan, sebagai anti-tesa atau media penyeimbang, di tengah banyaknya sumber informasi.
Media sosial bisa menjadi cara terbaik, untuk tetap berhubungan dengan teman lama atau keluarga. Mengambil jeda dari media sosial, bukan berarti memutuskan diri dari dunia luar, tetapi memaksa seseorang untuk fokus, pada interaksi dunia nyata dan meningkatkan hubungan yang lebih baik. Rehat dari media sosial, bisa dilakukan, hingga ekosistem media sosial, bekerja untuk melayani, bukan mengendalikan sang pengguna sehingga, si pemakai medsos, akan melihat perubahan yang lebih baik.