TVRI YOGYAKARTA NEWS – HERDIAN GIRI
Sementara itu, Subak, sistem pengairan pertanian di Bali menghadapi tantangan alih fungsi lahan, perubahan sosial dan ekonomi masyarakat serta regenerasi petani. Butuh dukungan semua pihak, untuk menjaga Subak tetap menjadi warisan budaya, modal pariwisata, dan benteng ketahanan pangan masyarakat.
Penetapan Subak sebagai warisan budaya dunia, merupakan kebanggaan dan sekaligus tantangan bagi warga Bali, dalam mempertahankan sistem pengairan tradisional di pulau dewata, di tengah gencarnya pengaruh globalisasi. Tantangan untuk pelestarian Subak di Bali sangat berat, karena keberadaannya semakin terjepit, oleh gencarnya pembangunan, sehingga alih fungsi lahan pun tidak bisa terelakan. Data dinas pertanian dan ketahanan pangan Bali menyebutkan, setiap tahun, 600 hektar hingga seribu hektar lahan pertanian pulau dewata itu, beralih fungsi menjadi perumahan, hotel, restoran, maupun bangunan lain, yang menopang industri pariwisata dan industri lainnya. Dampak dari itu, tidak ada petani di Bali yang memiliki lahan yang luas. Saat ini luas lahan petani di Bali berkisar 75 are atau nol koma 75 hektar, sangat jarang petani yang memiliki lahan di atas satu hektar. Namun, hingga kini, para petani di Bali masih mempertahankan kelestarian Subak, meski telah menjadi warisan budaya dunia.
Upaya pelestarian ini, semakin rumit dilakukan, lantaran sejak awal pengajuan Subak sebagai warisan budaya dunia, data kepemilikan lahan persawahan di Subak belum 100 persen terdata.Pengalihfungsian sawah Subak, terjadi bila terdapat sawah yang tak lagi produktif. Meski demikian, sebagian petani menerapkan berbagai cara, untuk mencegah alih fungsi lahan ini semakin menjadi. Salah satunya, mereka membuat jalan kecil, agar tidak dilewati kendaraan bermotor pengangkut material bahan bangunan.