High Level Meeting Sinkronisasi Kebijakan Antarsektor Kesehatan

High Level Meeting Sinkronisasi Kebijakan Antarsektor Kesehatan

TVRI YOGYAKARTA NEWSPAULUS YESAYA JATI

High level meeting menyasar sinkronisasi kebijakan sektor kesehatan antar lembaga, seperti kementerian kesehatan, BKKBN, BPJS, dan BPOM akan berkolaborasi menyelesaikan persoalan kesehatan seperti stunting dan fertility rate yang rendah. High level meeting juga menyasar adanya integrasi database sehingga mudah diakses antarlembaga kesehatan guna pengambilan tindakan atau kebijakan. Pertemuan tiga bulanan high level meeting menjadi upaya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan di sektor kesehatan antara kementerian kesehatan, BKKKBN, BPJS, dan BPPOM.

Sasarannya, melalui pertemuan tersebut akan terjadi sinergi integrasi rencana, kebijakan, dan monitoring evaluasi terhadap kebijakan yang dibuat sehingga kebijakan di sektor kesehatan tidak berjalan sendiri-sendiri. Di sisi lain, melalui diskusi antarlembaga kesehatan, nantinya akan mampu menemukan bentuk solusi terkait masalah kesehatan yang seringkali penyelesaiannya perlu melibatkan banyak pihak terkait. Selain itu, juga dibicarakan integrasi data,  seperti rekam medis penduduk indonesia tidak hanya dimiliki bpjs atau data ibu dan anak tidak hanya dimiliki BKKBN sehingga sektor-sektor  kesehatan di daerah lain bisa turut mengaksesnya untuk dasar penentuan tindakan dan keluarnya kebijakan. Kementerian kesehatan pun mendukung kebijakan BKKBN tentang pertumbuhan penduduk dengan mempertahankan total fertility rate di angka 2,1 atau mempunyai 2 anak. Diketahui, saat ini, sejumlah negara G20, termasuk Indonesia mengalami penurunan populasi karena menua dan tidak produktif sehingga pendapatan perkapitanya hanya stagnan di angka 4 persen. Sejumlah daerah di Indonesia yang mengalami fertility rate di bawah 2 anak, yaitu Bali, Jakarta, Yogyakarta, dan lainnya. Jika fertility rate rendah, akan berdampak pada penurunan pertumbuhan ekonomi karena sedikitnya yang bekerja dan berkurangnya populasi penduduk karena lebih banyak usia lansia. Kepala BKKBN, Dokter Hasto mengatakan penyebab sebuah daerah mengalami fertility rate rendah karena tingkat pendidikan yang tinggi dan menikah di atas 22 tahun, untuk itu, BKKBN akan gencar mengadakan berbagai kegiatan untuk sosialisasi pentingnya wanita menikah pada usia subur 20-35 tahun, jika melebihi usia 38 tahun, kesuburan telur perempuan sudah menurun tinggal 10 persen.

BKKBN pun melaporkan fenomena bonus demografi indonesia yang menutup lebih cepat karena sejumlah daerah menurun fertility rate-nya, jika tidak segera ditindaklanjuti, Indonesia pada tahun 2035 akan memiliki penduduk lebih banyak lansia daripada anak-anak, selain itu, Indonesia akan kehilangan kesempatan untuk menjadi negara maju dengan pendapatan perkapitanya yang tinggi karena sedikitnya usia produktif.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *