TVRI YOGYAKARTA NEWS – HERDIAN GIRI-UCU ANDRITAMA
UMKM sering kali, tidak memenuhi syarat penilaian kelayakan kredit, dalam mendapatkan dukungan permodalan, seperti persyaratan agunan tambahan, dan persyaratan memiliki riwayat kredit sebelumnya.
Pemrintah terus mengawal upaya memperluas akses pembiayaan bagi UMKM, terutama melalui skema credit scoring.
Hingga saat ini, salah satu kendala yang dihadapi sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Indonesia adalah, keterbatasan modal, dan sulitnya mengakses pembiayaan. Bahkan, rasio pembiayaan lembaga keuangan formal, seperti perbankan untuk umkm saat ini, hanya 19 persen, dari target di tahun 2024, sebesar 30 persen. Kondisi ini membuat, indonesia menjadi salah satu negara, dengan rasio pembiayaan perbankan kepada UMKM, paling rendah. Hal ini berbeda dengan korea selatan, yang rasio kredit perbankannya lebih dari 80 persen, bahkan malaysia dan thailand sudah lebih dari 40 persen. Rendahnya realisasi pembiayaan kepada UMKM ini, salah satunya karena, perbankan menerapkan kewajiban kolateral atau jaminan, saat mengajukan pinjaman. Salah satu terobosan yang akan dilakukan pemerintah, untuk membiayai sektor UMKM, yaitu implementasi credit scoring untuk kredit usaha rakyat, yang dinilai lebih logis, dan memudahkan sektor umkm mendapatkan dukungan pendanaan. Credit scoring, merupakan skema pembiayaan alternatif bagi UMKM, dengan penilaian kelayakan kredit, tidak lagi menggunakan data konvensional seperti riwayat kredit, melainkan menggunakan data alternatif, mulai dari penggunaan listrik, aktivitas telekomunikasi, BPJS, hingga transaksi e-commerce. Pemerintah Daerah, Daerah Istimewa Yogyakarta merespon hal ini, dengan melakukan pemetaan terhadap performa UMKM.
“Kemarin kita bersinergi dengan Kementerian Koperasi dan UMKM, itu juga sudah mengundang UMKM dan start-up yang kita undang, pembahasannya mengenai bagaimana pembiayaan melalui investasi, tapi tentunya edukasi itu terus dilakukan, karena bicara UMKM keragaanya itu sangat banyak, dari sisi usia, jenis usahanya, lokasi usaha, pasti yang paling utama itu mindsetnya, jadi nanti akan ada cluster-cluster UKM A, mungkin akan masuk di ranah masih mikro, nantinya masih ada pembenahan atau program interfensi yang berbeda dengan yang mikro tapi yang sudah siap dari SDMnya, maka yang kita tekankan dicari dimana kelemahannya untuk diperbaiki, nanti sudah terlihat di Si-Bakul” ungkap Kepala Dinas Koperasi dan UKM DIY, Srie Nurkyatsiwi.
Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, tidak cukup dengan pemberian kredit saja. Selain sinergitas pemerintah dan juga lembaga-lembaga terkait lainnya, banyak hal yang harus diperhatikan, agar umkm bisa lebih maju dan naik kelas, salah satunya kemampuan manajemen, mulai dari pengelolaan keuangan hingga pemasaran produk UMKM.