TVRI YOGYAKARTA NEWS – DHIAN ADHIE
Ribuan warga Magelang, Jawa Tengah, menggelar grebeg ketupat, dengan berebut gunungan ketupat yang berisi uang, Minggu siang. Selain sebagai simbol permintaan maaf, acara yang digelar pada setiap tahunnya ini, juga sebagai bentuk toleransi kerukunan antar masyarakat.
Tradisi budaya grebeg kupat atau grebeg ketupat, merupakan tradisi masyarakat Dusun Dawung, Desa Banjarnegoro, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, dan tahun ini terasa berbeda. Tradisi tahunan untuk memeriahkan grebeg syawal ini, dijadikan agenda resmi Kabupaten Magelang. 4 gunungan ketupat diarak dari MAJT An-Nuur Kabupaten Magelang, dan 1 gunungan pengageng diarak dari Rumah Dinas Bupati Kabupaten Magelang, menuju Pendopo Lapangan Supardi. Kegiatan ini diharapkan, mampu menjangkau masyarakat lebih luas, dan mengangkat budaya ini untuk lebih meriah. Grebeg kupat Magelang ini, cukup unik, karena sekitar 6 ribu kupat, bukan berisi nasi atau lontong, tapi berisi uang, mulai dari 2 ribu hingga 50 ribu rupiah dan voucher. Setiap ketupat disusun dalam 5 gunungan, yang dikombinasi dengan aneka sayuran. Masyarakat yang berebut pun berjubel, meski Pemkab Magelang mengusung banyak gunungan ketupat.
Selain untuk memeriahkan kemenangan setelah sebulan penuh warga menjalankan ibadah buasa, grebeg ketupat ini, juga sebagai bentuk toleransi dan saling memaafkan antar warga.
“Kupat yang berarti mengaku lepat, itu memiliki makna di moment lebaran ini kita individu sebagai warga masyarakat sebaiknyalah kita berintropeksi mengaku lepat dan bisa menggrebek, merayah, merebut kalepatan itu sehingga terjadi dinamika dalam bermasyarakat yang asik, saling toleransi, dan tentu saja akan menciptakan kerukunan didalam masyarakat” ujar Ketua Panitia Grebeg, Gepeng Nugroho.
Grebeg kupat diharapkan mampu berdampak positif terhadap sektor pariwisata, dan meningkatkan partisipasi masyarakat Kabupaten Magelang, utamanya di bidang UMKM.