TVRI YOGYAKARTA NEWS – PAULUS YESAYA JATI
Bahasa, aksara, dan sastra menjadi penanda kemajuan peradapan manusia pada sebuah masyarakat. Untuk itu, keberadaannya perlu dijaga kelestariannya dari generasi ke generasi.
Ruang-ruang apresiasi pun perlu terus digelar sebagai saluran bagi ekspresi masyarakat. Salah satunya melalui ajang perlombaan bahasa dan sastra jawa di Taman Budaya Embung Giwangan Yogyakarta.
Sastra jawa bukan sekedar hiburan, tetapi menjadi cara hidup masyarakat. Untuk itu, menjadi penting untuk terus melestarikan dan mengajarkannya kepada generasi muda secara berkelanjutan. Di masa libur panjang sekolah, Pemerintah Kota Yogyakarta melalui dinas kebudayaan pun menggelar ajang perlombaan geguritan dan alih aksara jawa di Taman Budaya Embung Giwangan Yogyakarta. Selain sebagai wujud pelestarian sastra jawa, ajang ini juga menjadi strategi kebudayaan untuk menjaga jati diri di tengah arus globalisasi. Di sisi lain memberikan ruang ekspresi bagi anak-anak di berbagai wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta untuk terus bersemangat mempelajari budayanya sendiri. Dalam lomba geguritan, anak-anak diajak untuk mengenal kembali warisan leluhur berupa bahasa jawa sebagai bahasa ibu yang mengandung nilai-nilai kebijaksanaan, budi pekerti, dan petuah luhur yang masih relevan dengan kehidupan sekarang ini. Dengan mempraktekannya langsung, secara tidak langsung juga akan menciptakan suatu penanda dalam sanubari untuk mengenal kembali asal-usulnya. Sedangkan, dalam alih aksara, anak-anak diajak untuk mengenal aksara jawa tidak hanya sebagai ornamen, tetapi makna-makna filosofis yang tersirat dalam sejumlah paribasan atau peribahasa. Jejak-jejak makna yang disampaikan seringkali berupa petunjuk cara hidup tentang kesantunan, kehalusan budi, dan cara pandang hidup masyarakat jawa. Dalam sambutannya, Andrini Wiramawati selaku Kabid Bahasa dan Sastra Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta mengatakan ajang perlombaan ini bukan sekedar acara seremonial tahunan, tetapi menjadi ruang edukasi budaya bagi masyarakat. Harapannya, di masa yang akan datang, muncul generasi-generasi muda yang peduli dan mau merawat, serta melestarikan kebudayaannya sendiri. Sebab, tak bisa disangkal bahwa kebudayaan seringkali menjadi media pendidikan dan penanaman nilai bagi generasi muda.
“Karena kita menguri-uri kebudayaan Kota Yogyakarta banyak anak-anak yang sangat terpengaruh oleh budaya luar, dan banyak sekali anak-anak suka bermain gadget kita harapannya dengan kegiatan ini kita dapat memberikan pegetahuan ke anak-anak dan memberikan wadah untuk generasi anak-anak, remaja, dewasa untuk bisa menguri-uri kebudayaan Kota Yogyakarta” ujar Andrini Wiramawati selaku Kabid Bahasa dan Sastra Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta.
Harapannya, ajang lomba sastra jawa ini bukan hanya sekedar nostalgia masa lalu, tetapi juga dapat menjadi ruang pertemuan antar komunitas, antar gagasan, dan antar pelaku budaya. Dengan demikian, tugas pelestarian kebudayaan tidak hanya menjadi tugas pemerintah, melainkan menjadi gerakan bersama seluruh lapisan masyarakat Yogyakarta.