TVRI YOGYAKARTA NEWS – PAULUS YESAYA JATI
Kadipaten Pakualaman Yogyakarta menyelenggarakan lomba Jemparingan tingkat nasional di Lapangan Kenari, Kota Yogyakarta. Lomba ini menjadi bagian dari rangkaian peringatan berdirinya Kadipaten Pakualaman yang ke-212.
Gusti Putri, istri KGPAA Paku Alam X, bersama putra sulungnya, BPH Kusuma Bimantoro, serta jajaran Forkopimda mencoba olahraga tradisional Jemparingan. Kegiatan ini menandai dimulainya lomba Jemparingan tingkat nasional di Lapangan Kenari, Kota Yogyakarta, sebagai rangkaian peringatan berdirinya Kadipaten Pakualaman yang ke-212. Lomba ini diikuti oleh 880 peserta dari 1.100 orang yang mendaftar, terdiri dari 710 peserta laki-laki dan 170 peserta perempuan. Mereka berasal dari berbagai daerah di Pulau Jawa dan terjauh Kalimantan. Jumlah peserta tahun ini lebih banyak dari lomba Jemparingan tahun lalu yang hanya diikuti oleh 665 orang. Kenaikan jumlah peserta tahun ini terjadi karena adanya pembentukan klub atau paguyuban Jemparingan yang pesat, khususnya di Pulau Jawa.
Selain sebagai peringatan berdirinya Kadipaten Pakualaman yang ke-212, lomba Jemparingan diselenggarakan untuk melestarikan budaya dan olahraga tradisional asli Indonesia, khususnya dari Daerah Istimewa Yogyakarta. Lomba ini juga sebagai wujud sosialisasi, pengembangan, regenerasi, dan wadah fasilitasi bagi para penghobi Jemparingan setelah sekian lama berlatih.
Jemparingan juga menjadi asal-usul dari olahraga panahan di Bumi Mataram ini karena sudah dikenal sejak dahulu kala. Bahkan, KGPAA Pakualam VIII sebagai pendiri Persatuan Panahan Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta. Salah satu keunikan dari olahraga tradisional Jemparingan adalah para peserta wajib memakai baju adat Jawa Jogja, Peranakan, atau baju adat daerah masing-masing, dan saat memanah dalam posisi bersila. Hal istimewa dari olahraga Jemparingan bukan hanya soal olahraga fisik, tetapi juga olah rasa dalam hati agar anak panah bisa mengenai sasaran dengan tepat.
Kenaikan klub atau komunitas Jemparingan saat ini akibat pandemi COVID-19. Kala itu, karena tidak adanya lomba yang diselenggarakan dan imbauan tidak boleh keluar rumah, banyak orang tertarik untuk mengisi waktu luang dengan olahraga Jemparingan. Fenomena ini juga telah dilaporkan ke Perpani DIY.
Selain Jemparingan, juga digelar berbagai lomba lain mulai dari lomba dolanan anak hingga lomba literasi aksara Jawa.